Daerah  

12 Desa di Lembata Bahas Perdes Perlindungan PMI

Avatar photo
Reporter : Resty Editor: Cyriakus Kiik

Lewoleba, JurnalDemokrasi.com – Sebanyak 12 desa  di Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membahas Perdes Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di tingkat desa yang difasilitasi Yayasan Kesehatan  untuk Semua (YKS).

Langkah ini dilakukan YKS bekerjasama dengan Migrant Care Jakarta yang didukung Program Inklusi. Pembahasan Perdes Perlindungan PMI ini berlangsung di Hotel Annisa Lewoleba.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Pesertanya adalah pemerintah desa dan Badan Perwakilan Permusyawaratan Desa (BPD)  dari 12 desa yang  ada di Kabupaten Lembata.

Mansetus Balawala  dari YKS, mengatakan, pembahasan Perdes kali ini merupakan pembahasan lanjutan untuk finalisasi draft  Perdes yang ada.

“Jadi, ini  pembahasan lanjutan setelah sebelumnya  draft Perdes Perlindungan PMI ini pernah dibahas  pada 25 Juli 2023 lalu. Pembahasan kali ini untuk finalisasi  draft yang ada untuk proses selanjutnya,” jelas Balawala.

Balawala menjelaskan, pada 2016 YKS telah menginisiasi pembuatan Perdes pada enam desa di Ile Ape dan Ile Ape Timur. Namun, sejalan dengan pergantian UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri  ke  UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesaia, Perdes yang ada harus direvisi kembali dan diselaraskan dengan semangat UU No 18/2017.

Untuk keenam Perdes yang telah ada, tidak mengalami banyak perubahan  karena amanat UU 18/2017 mengenai kewenangan pemerintah desa dalam tata kelolah migrasi aman telah termuat juga dalam Perdes sebelumnya.

“Jadi,  lebih banyak juga soal revisi redaksi yang harus diharmonisasikan dengan UU No. 18/2017. Sedangkan dari sisi substansi tidak banyak mengalami perubahan,” jelas Balawala.

Selain melakukan revisi terhadap enam Perdes Perlindungan PMI yang telah ada, YKS juga menginisiasi tiga Perdes untuk wilayah Perluasan Desbumi, yakni  Desa Riangbao, Waimatan dan Desa Baopana. Selain itu ada tiga Perdes untuk desa-desa yang didorong secara mandiri untuk menjadi Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi), yakni Desa Petuntawa, Desa Kolontobo dan Desa Lamatuka.

Baca Juga :   Program Padat Karya Warnai Harhubnas 2024 di Rote Ndao-NTT

Setelah semua draft Perdes,  baik  draft revisi untuk desa yang sebelumnya sudah memiliki Perdes, dan draft Perdes baru untuk enam desa lain difinalisasi maka akan diikuti dengan konsultasi public oleh masing-masing desa untuk selanjutnya dilakukan asistensi ke Bagian Hukum Setda Lembata  sebelum ditetapkan menjadi Perdes.

Dengan adanya Perdes di 12 desa ini, Balawala mengharapkan  pemerintah desa memiliki landasan hukum dalam tata kelolah pekerja migran di tingkat desa, sebagaimana kewenangan pemerintah desa yang dimandatkan  UU No. 18/2017.

Adapaun kewenangan pemerintah desa yang dimandatkan UU No. 18/2017, sebut Balawala,  yakni:

Pertama, pemberdayaan  kepada calon PMI, PMI dan keluarganya;

Kedua, Memfasilitasi pemenuhan persyaratan administrasi kependudukan calon PMI;

Ketiga, Menerima dan memberikan informasi dan permintaan pekerjaan dari instansi;

Keempat, Melakukan verifikasi data dan pencatatan calon PMI;  dan

Kelima, Melakukan pemantauan keberangkatan dan kepulangan PMI.

“Jadi, kami mengharapkan dengan adanya Perdes nanti pemerintah desa bisa memiliki birokrasi aktif dalam memberikan proteksi terhadap setiap PMI baik pada pra keberangkatan sampai dengan pasca bekerja di luar negeri dan pulang ke daerah asal dengan aman”, tandas Balawala.

Diharapkan, Pusat Pelayanan Terpadu  (PPT) Desbumi aktif dan berjalan dengan melakukan sejumlah kegiatan, seperti pemberian informasi, pembedayaan ekonomi masyarakat purna migran, pendataan PMI, dan sejumlah mandat lain, baik yang termuat dalam UU No. 18/2017 maupun dalam Perdes   yang baru nanti,  setelah  diberlakukan.

Namun, bagi desa yang telah memiliki Perdes dan belum dicabut harus tetap konsisten memberikan layanan terkait tata Kelola Migrasi Aman. Karena pada prinsipnya dalam draft Perdes yang baru pun aktivitas layanan yang ada tetap terus dilakukan. ***