Daerah  

Musrenbang Lembata tidak Sentuh Masalah PMI

Avatar photo
Reporter : Resty Editor: Cyriakus Kiik

Lewoleba, JurnalDemokrasi.comKepala Bapelitbangda Lembata Drh. Mathias Beyeng mengatakan isu pekerja migran Indonesia (PMI) Lembata dan kekerasan terhadap perempuan tidak pernah mendapat pembahasan dalam forum Muserenbang Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selama ini. Karena itu ia mengapresiasi forum Musrenbang tematik Perempuan Purna Migran yang digelar Yayasan Kesehatan untuk Semua (YKS) dalam kemitraan dengan Migrant Care Jakarta di bawah payung program Inklusi.

Musyawarah yang dihelat di Hotel Annisa Lewoleba, Jumat (17/11/2023) itu, selain menghadirkan komunitas purna migran dari sembilan desa yang menjadi wilayah Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) pada tiga kecamatan di Kabupaten Lembata, forum ini juga menghadirkan perwakilan dari Komunitas Tuli, Forum Peduli Kesejahteraan Difabel Lembata, dan OPD terkait.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Isu buruh migran sendiri sudah digaungkan di Lembata sejak 2014 oleh YKS dalam kemitraan dengan Migrant Care. Bahkan sejak program ini diluncurkan tercatat sejumlah capaian. Di antaranya Perda Nomor 20 Tahun 2015 tentang Perlindungan TKI asal Lembata dengan aturan turunannya berupa Perbup Nomor 3 Tahun 2017. Bahkan, Perda Perlindungan TKI Lembata dijadikan sebagai indikator capaian dari implementasi konvensi Jenewa dan menjadi bahan laporan pemerintah Indonesia dan Masyarakat Sipil pada Sidang PBB di Jenewa September 2017.

Selain mengadvokasi Perdes, YKS juga membentuk Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) di sembilan desa dengan layanan migrasi aman. Desbumi adalah sebuah inisiatif lokal yang memberikan perlindungan kepada PMI sejak dari Desa dengan menghadirkan layanan informasi migrasi, layanan dokumen, layanan pengaduan dan penyelesaian kasus, layanan pendataan PMI dan pemberdayaan ekonomi pekerja migran purna dan sejumlah layanan lainnya.

Baca Juga :   Songsong HUT RI ke-79 dan Pilkada Malaka 2024, Inilah Pesan Kapolres Malaka AKBP Rudy Ledo

Salah satu peserta dari komunitas pekerja migran, kepada media ini usai kegiatan mengaku kecewa dengan berbagai kebijakan yang tidak mengakomodir kebutuhan pekerja migran. Padahal, Lembata menjadi salah satu basis buruh migran di NTT dan memiliki sumbangsih besar terhadap pendidikan dan ekonomi masyarakat Lembata. Bahkan remitansi PMI menjadi penyumbang devisa terbesar kedua di Indonesia setelah minyak dan gas (Migas).

Ketika tampil membawakan materi mengenai “Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Daerah”, Kepala Bapelitbangda Lembata, Drh. Mathias Beyeng menjelaskan, Lembata saat ini memiliki ribuan masalah bila diidentifikasi. Namun di sisi lain kemampuan keuangan daerah sangat terbatas dan ketergantungan tinggi pada dana transfer. Hal ini yang menjadi kendala pemerintah untuk dapat mengakomodir semua usulan dari masyarakat, melainkan harus melihat usulan yang menjadi skala prioritas, sehingga pembangunan harus dilakukan secara bertahap, berkelanjutan dengan mengedepankan satu strategi mengatasi lebih dari satu masalah.

“Ada banyak jalan menuju kesejahteraan, tapi untuk menuju ke sana kita harus melewati satu jalan saja yakni, melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang telah disiapkan pemerintah,” kata Beyeng.