Lalai Bentuk Majelis Kehormatan Banding, Anwar Usman Dilaporkan PEREKAT Nusantara dan TPDI ke Ombudsman RI

Avatar photo
Reporter : Redaksi Editor: Cyriakus Kiik

Jakarta, JurnalDemokrasi.com – Pergerakkan Advokat (PEREKAT) Nusantara dan TPDI  melaporkan Anwar Usman, Adik Ipar Presiden Jokowi, Paman Gibran Rakabuming Raka, Bacawapres Prabowo Subianto, ke Ombudsman RI di Jakarta, Kamis (09/11/2023).

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Laporan itu dilakukan atas dugaan melalaikan kewajiban membentuk Majelis Kehormatan Banding dan membuat Peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Banding.

Laporan diterima Muhammad Rahmaddin Triyunanda dan Wahyu Estiningtyas Bag. Keasistenan Utama Pengaduan Masyarakat Ombudsman RI yang dapat dihubungi di WA Centre ORI (082137373737 WA Center).

PEREKAT Nusantara dan TPDI menyatakan, Laporan itu dilakukan atas dasar  adanya kelalaian Anwar Usman membentuk Majelis Kehormatan Banding dan membuat Peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Banding, sehingga telah merugikan Perekat Nusantata dan TPDI bahkan Masyarakat, karena tidak dapat menggunakan haknya secara utuh untuk melakukan Banding atas Putusan MKMK No.2/MKMK/L/ARLTP/10/2023 yang hanya menjatuhkan sanksi kepada Anwar Usman berupa Pemberhentian dari Ketua MK.

Akibat kelalaian itu, PEREKAT Nusantara dan TPDI menyatakan, Pihak Pelapor tidak bisa melakulan Banding atas putusan MKMK yang dinilai tidak menyentuh esensi Laporan Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, tidak dapat ditinjau lagi di tingkat Banding.  Sehingga, yang dirugikan bukan saja Para Pelapor (Perekat Nusantara dan TPDI) tetapi juga Hakim Terlapor Anwar Usman, yang saat ini hanya bisa marah-marah di depan Wartawan, karena tidak ada saluran untuk upaya Banding.

Koordinator PEREKAT Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus dalam keterangan pers yang diterima JurnalDemokrasi.com, Kamis (09/11/2023) siang, mengatakan, kelalaian Anwar Usman dengan tidak membentuk Majelis Kehormatan Banding dan Membuat Peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Banding, merupakan  Perbuatan Melanggar Hukum yang dikualifikasi sebagai Maladministrasi, sehingga menjadi kewenangan Ombudsman RI untuk memroses lebih lanjut.

Baca Juga :   Bawaslu Tanya Dasar KPU Hapus Diagram Real Count Sirekap KPU

“Perekat Nusantara dan TPDI sangat kecewa dan keberatan dengan tidak adanya mekanisme Banding, apalagi ini menyangkut Pelanggaran Berat dengan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, tetapi MKMK memberi sanksi ringan. Karena itu apapun putusan MKMK, baik Anwar Usman maupun TPDI dan Perekat Nusantara harus diberikan hak yang sama untuk membela kepentingannya di tingkat Banding”, tandas Petrus.

Atas kelalaian Anwar Usman, menurut Petrus, yang terjadi saat ini adalah Anwar Usman hanya bisa ngomel-ngomel di media karena merasa diri dikorbankan oleh MKMK. Begitu juga Perekat Nusantara dan TPDI, tidak dapat menggunakan upaya Banding, karena tidak dibukakan jalan oleh Ketua MK Anwar Usman, ketika masih menjabat sebagai Ketua MK.

“Ternyata Peraturan yang dibentuk Anwar Usman itu ternyata menjadi senjata makan tuan”, tandas Petrus.

Isi dan Pertimbangan Hukum Putusan Tidak Sinkron

PEREKAT Nusantara dan TPDI menyatakan, isi dan pertimbangan hukum putusan majelis hakim MK yang diketuai Anwar Usman tidak sinkron.

Putusan atas Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim pada Selasa (07/11/2023), dilakukan dengan lima amar, yang berbunyi:

1. Menyatakan Hakim Terlapor terbukti melalukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Kosntitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip  ketakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, kepantasan dan kesopanan.

2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor.

3. Memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir.

Baca Juga :   Bernando Seran: Putusan MK Dapat Langsung Diberlakukan dan Mengikat

5. Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pilpres, Pemilu DPR, DPD, DPRD, PAILGUB, Bupati dan Walikota yang memiliki potensi benturan kepentingan.

Terhadap Amar Putusan MKMK dimaksud, Advokat Perekat Nusantara dan TPDI selaku salah satu Pelapor, menyatakan sangat kecewa dan keberatan. Sebab,  lima butir amar putusan MKMK di atas, selain isinya saling bertentangan, yaitu terbukti melakukan pelanggaran berat tetapi tidak “diberhentikan tidak dengan hormat”.

Pun tidak menyentuh esensi persoalan dan sama sekali tidak menjawab ekspektasi publik.  Termasuk rasa keadilan publik dipandang dari aspek Yuridis, Filosofis, Etik dan Moral.

Padahal, MKMK dalam pertimbangan hukumnya tegas menyatakan Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Tetapi, MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi “pemberhentian dengan tidak hormat” dari Hakim Konstitusi, sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK No.1 Tahun 2023 tentang MKMK.

“Di sini nampak jelas bahwa MKMK telah mengecoh publik dengan amar putusannya yang nampak perkasa tetapi sebenarnya loyo, karena tidak mengamputasi akar masalahnya yang bersumber dari Anwar Usman, sehingga sulit rasanya membenahi MK jika Anwar Usman masih bercokol di MK”, kata Petrus.

AROMA KOMPROMI

PEREKAT Nusantara dan TPDI menangkap adanya aroma kompromi dan intervensi dari kekuasaan hanya sekedar untuk menyelamatkan muka Hakim Terlapor. Padahal, MKMK dituntut mengedepankan upaya menyelamatkan marwah, keluhuran dan kemerdekaan MK,  ketimbang menyelamatkan muka Hakim Terlapor yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat.

Dengan amar putusan seperti itu sebetulnya Jimly Asshiddiqie dan MKMK gagal mengembalikan marwah dan keluhuran martabat, serta kemerdekaan MK yang dijamin UUD 1945 dari cawe-cawe tangan kekuasaan menggunakan jalur keluarga.

Baca Juga :   Habibi Center Selenggarakan Acara Habibi Democracy Forum, Undang Wapres Buka Acara

“Putusan MKMK Ibarat dokter bedah mengoperasi kanker tetapi masih menyisakan virus ganas dalam tubuh pasiennya, sehingga masih mengancam MK ke depan yang masih sakit”, kata Petrus. ***